Jumat, 11 Oktober 2013

Ekonom : Kebijakan KPR Inggris Merupakan Langkah Keliru


Sejumlah ekonom mengutarakan penilaiannya terhadap kebijakan dari Perdana Menteri Inggris David cameron yang berencana untuk memberikan bantuan untuk pembelian rumah bagi masyarakat di Inggris adalah sesuatu yang keliru dan hal tersebut dinilai berpotensi membahayakan perekonomian di Inggris. Peter Dixon sebagai salah satu ekonom pasar ekuitas global di Commerzbank AG di London, menilai bahwa bantuan yang bersifat pinjaman tersebut pada akhirnya akan menjadi beban hutang bagi sektor rumah tangga, sedangkan kesinambungan pertumbuhan perekonomian di Inggris dapat dicapai jika sektor rumah tangga tidak terbebani oleh hutang pinjaman ke pemerintah. Seperti kita ketahui bahwa sektor rumah tangga menjadi salah satu tolok ukur utama bagi sehat atau tidaknya perkonomian di suatu negara. Hal ini menjadi suatu dilema bagi pasar perumahan di Ingirs dikarenakan menurut lembaga pinjaman hipotek Halifax, data di tanggal 3 Oktober lalu mengatakan bahwa nilai properti naik untuk pertama kalinya dalam delapan bulan terakhir ini yang dipicu oleh adanya bantuan pinjaman bagi pembelian rumah. Sektor Home building juga melonjak ke level tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan pinjaman kredit perumahan ini hanya sebagai salah satu upaya untuk menarik simpati rakyat Inggris dari David Cameron untuk membantu Partai Konservatif yang akan menghadapi pemilihan lokal dan Eropa di tahun depan serta menjelang pemilu di Inggris pada tahun 2015 nanti.

Tingkat Ekspor Cina Berpotensi Jatuh Dalam Skala Tahunan


Tingkat pertumbuhan ekspor Cina terlihat melambat dalam tiga bulan terakhir ini sehingga berpotensi menurunkan tingkat permintaan terhadap barang-barang hasil produksi Cina. Credit Agricole CIB memprediksi bahwa tingkat pengiriman ke luar negeri akan tumbuh sebesar 5.5%, sementara sejumlah ekonom yang disurvei oleh Bloomberg justru memprediksi adanya penurunan dari bulan Agustus dan bahkan masih jauh lebih rendah dari bulan September tahun 2012 yang lalu. Banyak kalangan menilai jatuhnya nilai ekspor Cina mencerminkan gambaran surutnya permintaan terhadap barang-barang produk negeri Tirai Bambu tersebut sehingga dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonominya. Data perdagangan bilateral yang dilaporkan oleh pihak berwenang di Cina dan Hong Kong menunjukkan adanya selisih yang cukup besar jka dibandingkan tahun 2011 dan 2012 yang lalu, walaupun sejak bulan Juni lalu Hong Kong menduduki posisi ketiga sebagai wilayah dengan pasar ekspor terbesar bagi hasil produk-produk Cina. Biro statistic di Cina akan mengumukan data pertumbuhan di kuartal ketiga pada tanggal 18 Oktober mendatang bersamaan dengan angka hasil produksi di sektor industri di bulan September serta laporan penjualan eceran dan tingkat investasi tetap dalam kurun waktu dari bulan Januari hingga September. Steve Wang sebagai salah satu ekonom di Reorient Financial Markets Ltd mengatakan bahwa ekspor Cina menunjukkan penurunan dalam skala year on year di kuartal pertama lalu.

Senat Ajukan Proposal Short Term Debt Ceiling


 Mata uang US Dollar kembali melonjak seiring pengajuan proposal plafon hutang jangka pendek oleh anggota House of Representative dari Partai Republik. Pengajuan ini tanpa disertai kebijakan tambahan yang sebelumnya diajukan oleh John Boehner yaitu peninjauan ulang terhadap UU kesehatan atau yang dikenal sebagai Obamacare. Hal ini membawa angin segar bagi Amerika menyusul harapan bahwa shutdown akan segera berakhir. Proposal plafon hutang ini sengaja dibuat untuk 6 minggu kedepan guna memenuhi kewajiban Amerika dalam membayar hutangnya yang akan jatuh tempo pada akhir bulan ini. US Dollar sempat anjlok setelah data Unemployment Claims menunjukkan adanya peningkatan di pengajuan aplikasi bagi pengangguran. Jumlah pengangguran yang mengajukan klaim meningkat menjadi 374.000, namun data ini tidak termasuk pegawai pemerintahan federal yang dirumahkan akibat berhentinya aktivitas sejumlah kantor pemerintahan.

Kamis, 10 Oktober 2013

Bank of England Kembali Mempertahankan Suku Bunga 0.50%


Sesuai dengan kesepakatan hasil pertemuan para anggota dewan kebijakan MPC pada tanggal 8-9 Oktober yang lalu, Bank of England tetap mempertahankan suku bunga rendah di kisaran 0.50% serta tetap menjalankan program pembelian asetnya senilai £375 miliar. Namun perekonomian di Inggris masih dibayang-bayangi oleh tingkat pengangguran yang relatif tinggi di kisaran 7.7%, sehingga hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi Mark Carney selaku Gubernur Bank of England yang belum setahun memangku jabatan tersebut. Belum lagi ancaman inflasi yang tidak terkontrol yang sewaktu-waktu bisa menjadi bom waktu bagi perekonomian di negeri Ratu Elizabeth tersebut. Pada bulan Agustus yang lalu para pengambil kebijakan bank sentral Inggris telah meluncurkan "forward guidance" yang akan diposisikan menjadi suatu antisipasi bagi ekonomi di Inggris jika pasar keuangan global bergejolak akibat ketidakpastian yang terjadi di Amerika yang saat inipun telah memberi dampak negatif yang cukup signifikan bagi emerging market. Ekonomi di Inggris pada dasarnya telah memberikan sinyal pemulihan lebih lanjut di bulan ini, namun data Industrial Production yang dirilis pada hari Rabu kemarin sempat memberi pukulan bagi prospek pemulihan ekonomi Inggris. Pada awal pekan ini, lembaga International Monetary Fund telah merevisi prospek pertumbuhan ekonomi Inggris yang diprediksi akan tumbuh sebesar 1.4% sampai akhir tahun ini dan akan tumbuh sebesar 1.9% di tahun 2014 mendatang.

Japan Core Machinery Orders Melonjak


Japan Core Machinery Orders melonjak ke level 5.4% yang merupakan level tertingginya sejak bulan Agustus yang lalu. Pesanan terhadap hasil produksi mesin meningkat hingga senilai ¥ 819.3 miliar atau setara dengan $8.4 miliar, diluar hasil produksi mesin kapal dan pembangkit listrik. Salah satu ekonom di Nomura Securities Co Tokyo, Minoru Nogimori mengatakan bahwa meningkatnya data pesanan terhadap produksi mesin di Jepang menunjukkan tren pemulihan di sektor belanja modal dan ini semakin mengukuhkan bahwa pemulihan ekonomi di negara ekonomi terbesar ketiga dunia tersebut sudah mulai stabil. Angka tersebut juga memberikan sinyal tingkat kepercayaan dari sisi produsen juga sudah mulai pulih serta menunjukkan efektifitas dari kebijakan Abenomics yang saat ini tengah dijalankan oleh negara tersebut. Nogimori juga menilai bahwa pelemahan mata uang Yen turut memberi andil besar bagi perekonomian Jepang ditengah ekspektasi gejolak yang mungkin ditimbulkan oleh dampak dari penerapan pajak penjualan yang akan mulai dijalankan di tahun 2014 mendatang. Pasca stimulus fiskal dan moneter yang diluncurkan oleh Shinzo Abe, potensi kebangkitan dalam jangka panjang sangat bergantung kepada peningkatan investasi serta kenaikan upah yang diberlakukan oleh perusahaan sektor industri dan manufaktur di Jepang. Dengan demikian, maka target inflasi di level 2% serta tujuan untuk mengeluarkan perekonomian dari jurang deflasi nampaknya akan semakin cepat terwujud.

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Blog Archive

 

© 2013 SMART TRADER - ROBOT TRADER. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top